HUT RI dan Idulfitri adalah Tsunami Masa
Oleh Gede H. Cahyana
Tanggal 17 Agustus 1945 terjadi pada
hari Jumat Legi, 9 Ramadhan 1364 H. Tahun 2012 ini pun 17 Agustus bersamaan
dengan bulan Ramadhan. Artinya, sudah berselang 67 tahun menurut kalender
Masehi atau 69 tahun berdasar kalender Komariah. Tak terasa, Ramadhan ini hampir
usai berdekatan dengan peringatan proklamasi dan usia 67 tahun adalah masa uzur
bagi manusia. Waktu berkelebat cepat.
Waktu adalah
tsunami masa. Dalam
pandangan fisiologis, waktu beringsut lambat, mengubah faal tubuh manusia,
hewan dan tumbuhan, juga makhluk tak hidup (abiotik) dari kencang menjadi kendur,
dari mencrang menjadi lemur (kusut masai). Di sudut kosmologis, waktu hidup
manusia dan biotik lainnya hanyalah sepersemiliar kejapan mata, jika
dibandingkan dengan detik pertama sejak dentuman dahsyat (big bang) hingga sekarang. Dalam
jam biologis, waktu adalah ritme harian aktivitas manusia dan biotik lainnya, seperti
kegiatan memasok dan memasak makanan, minuman, bernapas, ekskresi, dan jutaan komunikasi
jaringan seluler syaraf yang simpulnya di otak dan tulang belakang.
Waktu dalam
fisika mengacu pada edar atau revolusi Bumi atas Matahari, dipengaruhi juga
oleh rotasi Bumi, sinergis dengan planet lainnya dalam Tatasurya. Waktu dalam
kimia adalah getaran atom Cesium yang menatah-natah di
lempengan Cesium clock. Waktu dalam matematika mewujud angka 1 s.d 12,
siang dan malam. Dalam hidrologi, waktu bagai aliran laminer air yang melenakan
manusia, tiba-tiba berubah menjadi superturbulen, lalu manusia siuman tepat di
detik terakhir saat tsunami waktu menggulungnya. Di pojok metalurgi, waktu
adalah pedang, samurai yang berayun-ayun di sekitar leher manusia, bagai guillotine (baca: gilotang),
golok bermata elang, tajam menyinar.
Waktu dalam
spiritualisme adalah napas semesta, menderu bak debu asteroida hingga langit
ketujuh. Ia berawal dan pasti akan berakhir. Wa al lail (demi malam), wa an nahar (demi siang), wa
al fajr (demi fajar), wa al ashr
(demi masa), wa adh dhuha (demi
dhuha). Waktu adalah pelahir semua nabi, para durjana, pemuja berhala, manusia
biasa. Lantas...., waktulah pemungkas jiwa, pembusuk raga yang dirawat di
salon, dilulur susu madu, disusuk tindik, dioperasi plastik. Di ceruk
spiritualisme ini, jiwa atau ruh itulah yang menanggung perilaku jasad, tingkah
polah raga ketika mengisi waktu hariannya di dunia.
Akhirnya, waktu
berubah menjadi tsunami ketika makhluk sampai di titik ujung, sesaat sebelum
ajal, saat tobat tak dianggap, kala tangis pun ditepis Yang Empunya. Helaan
oksigen dan dengusan CO2 selama puluhan tahun tak mampu menjadi pengingat,
apalagi penolong. Yang tersisa hanya sengalan napas putus-putus, membadai mulut,
membelalak bola mata, mengakukan genggaman tangan, menguningkan telapak kaki
dan menulikan telinga atas lafaz laa
ilaaha ilallah. Lidah pun kelu, kaku, bisu!
Selamat merayakan HUT ke-67 Kemerdekaan Indonesia,
selamat menyambut Idulfitri 1433 H. ***
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home