Potensi Zakat di Indonesia
Oleh Gede H.
Cahyana
Ada satu hal yang pasti pada setiap Idulfitri, yaitu menunaikan zakat fitrah. Karena diberlakukan untuk semua manusia yang sudah punya ruh, maka janin tiga bulan pun wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Menurut sunnah Nabi Muhammad Saw, pemberian zakat fitrah yang berupa makanan pokok ini wajib ditunaikan sebelum shalat 'Ied dilaksanakan. Apabila lewat dari batas waktu tersebut maka dinyatakan tidak sah dan dipandang sebagai sedekah atau infak sunah saja.
Oleh sebab itu, sebaran zakat fitrah umumnya tidak
jauh melampaui batas geografis, malah edarannya hanya di dalam lingkaran
administrasi kelurahan atau desa saja. Sebagai mustahik, para penerima zakat
ini, biasanya fakir miskin yang merupakan dua kelompok dari delapan asnaf,
sepekan kemudian kembali kekurangan makanan pokok. Baru tahun depan mereka akan
diberi zakat fitrah lagi. Artinya, kemiskinan tak jua entas dari kaum muslimin.
Beginilah faktanya. Untuk sekadar makan saja mereka tak mampu, apalagi makan
makanan yang lengkap gizinya (dulu istilahnya: empat sehat, lima sempurna).
Berapa potensi zakat fitrah dan maal di Indonesia? Untuk zakat fitrah, kalkulasi
kasarnya, umpamakan saja penduduk Indonesia berjumlah 230 juta orang dan 90%
beragama Islam. Dari 207 juta orang muslimin itu (atau sebut saja 200 juta
orang), taruhlah yang miskin 30 juta orang sehingga yang muzakki berjumlah 170
juta orang. Per orang mengeluarkan 2,5 kg beras atau makanan pokok lainnya yang
menghasilkan jumlah total 170.000.000 x 2,5 = 425.000.000 kg. Jumlah ini dibagi
rata untuk 30 juta orang, 425 : 30 = 14,17 kg per orang. Berat beras 14,17 kg
itu bisa untuk makan selama sebulan atau bahkan dua bulan per orang dengan tiga
kali makan sepiring takaran normal orang Indonesia. Memang, tentu saja, belum
termasuk lauk-pauk dan sayurnya. Juga belum termasuk buah dan susunya (kalau
kita masih sepakat pada jargon empat sehat lima sempurna). Lantas, sepuluh atau
sebelas bulan sisanya, mereka makan apa?
Meminjam hirarki buatan Abraham Maslow, konsumsi
zakat oleh kelompok fakir miskin itu hanyalah untuk kebutuhan fisiologis, kebutuhan
dasar dan utama. Untuk menyediakan makanan selain dari zakat fitrah, sebagai
rahmatan lilalamin, Islam sudah menyediakan instrumen selanjutnya, yaitu zakat
mal. Jenis zakat ini justru lebih fantastis jumlahnya. Menurut pakar ekonomi Islam, Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, S.E, dana kaum muslimin dari zakat maal dan fitrah pada bulan Ramadhan mencapai Rp30-an triliun (2009). Data lain menyatakan, bahkan, sampai 207 Triliun, Hanya saja, dana
tersebut, kata rektor Universitas Kebangsaan ini, hanya sedikit yang disalurkan
untuk pemberdayaan kaum fakir miskin. Selain itu, dana tersebut mayoritas
disalurkan oleh muzakkinya secara langsung, tidak melalui institusi amil zakat
seperti Rumah Zakat, Rumah Yatim, DPU DT, PKPU, dan lain-lain, baik institusi
pemerintah maupun swasta.
Secara syariat, menunaikan zakat
secara langsung kepada mustahiknya tentu sah-sah saja, baik dibayarkan sekali
setahun atau sekali sebulan, atau dibayarkan segera setelah uang itu diperoleh,
minimal 2,5%. Disalurkan lewat institusi amil zakat pun bagus-bagus saja,
asalkan diurus secara bertanggung jawab, akuntabel dan auditabel. Lebih
daripada itu adalah kemauan kita untuk membayar zakat, willingness to
pay zakat. Sudahkah zakat maal itu kita tunaikan? Idulfitri tinggal 3 hari lagi, berarti waktu afdhal
membayar zakat maal pun tinggal 3 hari lagi.
Selamat menyambut Idulfitri 1433 H, taqabbalallahu
minna wa minkum.
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home