Gede on Writing

Rabu, Agustus 15, 2012

Potensi Zakat di Indonesia

Oleh Gede H. Cahyana

Ada satu hal yang pasti pada setiap Idulfitri, yaitu menunaikan zakat fitrah. Karena diberlakukan untuk semua manusia yang sudah punya ruh, maka janin tiga bulan pun wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Menurut sunnah Nabi Muhammad Saw, pemberian zakat fitrah yang berupa makanan pokok ini wajib ditunaikan sebelum shalat 'Ied dilaksanakan. Apabila lewat dari batas waktu tersebut maka dinyatakan tidak sah dan dipandang sebagai sedekah atau infak sunah saja.

Oleh sebab itu, sebaran zakat fitrah umumnya tidak jauh melampaui batas geografis, malah edarannya hanya di dalam lingkaran administrasi kelurahan atau desa saja. Sebagai mustahik, para penerima zakat ini, biasanya fakir miskin yang merupakan dua kelompok dari delapan asnaf, sepekan kemudian kembali kekurangan makanan pokok. Baru tahun depan mereka akan diberi zakat fitrah lagi. Artinya, kemiskinan tak jua entas dari kaum muslimin. Beginilah faktanya. Untuk sekadar makan saja mereka tak mampu, apalagi makan makanan yang lengkap gizinya (dulu istilahnya: empat sehat, lima sempurna).

Berapa potensi zakat fitrah dan maal di Indonesia? Untuk zakat fitrah, kalkulasi kasarnya, umpamakan saja penduduk Indonesia berjumlah 230 juta orang dan 90% beragama Islam. Dari 207 juta orang muslimin itu (atau sebut saja 200 juta orang), taruhlah yang miskin 30 juta orang sehingga yang muzakki berjumlah 170 juta orang. Per orang mengeluarkan 2,5 kg beras atau makanan pokok lainnya yang menghasilkan jumlah total 170.000.000 x 2,5 = 425.000.000 kg. Jumlah ini dibagi rata untuk 30 juta orang, 425 : 30 = 14,17 kg per orang. Berat beras 14,17 kg itu bisa untuk makan selama sebulan atau bahkan dua bulan per orang dengan tiga kali makan sepiring takaran normal orang Indonesia. Memang, tentu saja, belum termasuk lauk-pauk dan sayurnya. Juga belum termasuk buah dan susunya (kalau kita masih sepakat pada jargon empat sehat lima sempurna). Lantas, sepuluh atau sebelas bulan sisanya, mereka makan apa?

Meminjam hirarki buatan Abraham Maslow, konsumsi zakat oleh kelompok fakir miskin itu hanyalah untuk kebutuhan fisiologis, kebutuhan dasar dan utama. Untuk menyediakan makanan selain dari zakat fitrah, sebagai rahmatan lilalamin, Islam sudah menyediakan instrumen selanjutnya, yaitu zakat mal. Jenis zakat ini justru lebih fantastis jumlahnya. Menurut pakar ekonomi Islam, Prof. Dr. H. Suroso Imam Zadjuli, S.E, dana kaum muslimin dari zakat maal dan fitrah pada bulan Ramadhan mencapai Rp30-an triliun (2009). Data lain menyatakan, bahkan, sampai 207 Triliun, Hanya saja, dana tersebut, kata rektor Universitas Kebangsaan ini, hanya sedikit yang disalurkan untuk pemberdayaan kaum fakir miskin. Selain itu, dana tersebut mayoritas disalurkan oleh muzakkinya secara langsung, tidak melalui institusi amil zakat seperti Rumah Zakat, Rumah Yatim, DPU DT, PKPU, dan lain-lain, baik institusi pemerintah maupun swasta.

Secara syariat, menunaikan zakat secara langsung kepada mustahiknya tentu sah-sah saja, baik dibayarkan sekali setahun atau sekali sebulan, atau dibayarkan segera setelah uang itu diperoleh, minimal 2,5%. Disalurkan lewat institusi amil zakat pun bagus-bagus saja, asalkan diurus secara bertanggung jawab, akuntabel dan auditabel. Lebih daripada itu adalah kemauan kita untuk membayar zakat, willingness to pay zakat. Sudahkah zakat maal itu kita tunaikan? Idulfitri tinggal 3 hari lagi, berarti waktu afdhal membayar zakat maal pun tinggal 3 hari lagi.

Selamat menyambut Idulfitri 1433 H, taqabbalallahu minna wa minkum.