Puasa Sebagai Obat Stres
Puasa Sebagai Obat Stres
Oleh Gede H.
Cahyana
Di bidang psikosainstek, Stewart Wolf dan
John G. Bruhn menjadi orang pertama yang mendalami kajian tersebut di Roseto,
Amerika Serikat. Dalam laporan risetnya, Bruhn menyatakan, “… family and community support is
disappearing. Most of the men who have hearth attacks here were living under stress
and really had nowhere to relieve that pressure …. These people have given up
something and it’s killing them.”
Sebelum itu, yaitu tahun 1961, Bruhn justru memperoleh hasil yang oposif
dan menyatakan bahwa masyarakat Roseto terbaik kehidupan sosialnya sehingga
disebut kota ajaib (miracle city).
Tak bisa disangkal,
per- kembangan sainstek mengantarkan manusia ke puncak pencapaian sekaligus
meminggirkannya ke bibir jurang ketegangan, menimbulkan penyakit psikosomatis. Salah
satu yang ditawarkan oleh Al Khalik untuk menetralkan dampak buruk sainstek
adalah puasa Ramadhan sesuai dengan seruan Allah di dalam al Baqarah 183. Ujungnya
adalah agar manusia bertakwa, menjadi orang-orang yang memasrahkan hidupnya
kepada Allah dan hidup sehat. Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO (World Health Organization), sehat adalah
state of complete physical, mental,
and social well-being, not merely the absence of disease or infirmity.
Sehat ialah keadaan sejahtera sempurna jasmani, rohani, dan sosial, tak hanya
tanpa adanya penyakit atau kelemahan saja. Agar bisa disebut orang sehat harus
dipenuhi tiga syarat: jasmani, rohani, dan sosial.
Terkait dengan
saum ini, ada hal menarik dari Imam Al Ghazali. Beliau membagi saum menjadi
tiga tingkat. Yang pertama, saum umum, yaitu puasa yang sekadar menahan lapar,
haus/dahaga dan syahwat. Inilah yang terbanyak dianut kaum muslimin. Yang
kedua, saum khusus, puasa yang memuasakan mata, telinga, lisan dan anggota
tubuh lainnya. Yang tertinggi ialah saum khususil khusus, selain dua saum di
atas, hatinya pun ikut puasa dari segala sesuatu selain Allah dan semua yang
dilakukannya lillahi ta’ala.
Menurut Achmad
Mubarok dalam buku Jiwa Dalam Al Qur’an,
ada lima gangguan jiwa yang diakibatkannya. Kelima gangguan itu sudah nyata di
masyarakat tetapi tak terasa.
1. Cemas. Rasa ini muncul karena kehilangan
makna hidup. Secara fitri kita punya kebutuhan akan makna hidup yang hanya bisa
dimiliki oleh pejuang yang menyumbangkan sesuatu untuk orang lain. Orang-orang
cemas biasanya mengikuti trend dan
tuntutan sosial yang belum tentu benar. Sesekali saja dia merasakan kenikmatan
sekejap yang palsu. Akibatnya terjadilah gangguan jiwa. Maka, puasa Ramadhan
diharapkan menjadi kawah Candradimuka bagi insan-insan cemas.
2. Sepi. Ini muncul karena hubungan
silaturahmi sudah tak tulus lagi tapi memakai topeng-topeng sosial yang palsu
sehingga hubungan menjadi gersang, mengidap rasa sepi yang kronis padahal
berada di keramaian. Tak bisa menikmati senyum orang lain sebab dianggap topeng
belaka seperti ketika dia tersenyum kepada orang lain. Pujian dipandangnya sebagai
basa-basi belaka.
3. Bosan. Inilah akibat rasa cemas dan sepi
yang berkepanjangan. Hidupnya tak bergairah. Jiwanya kosong, mirip orang yang bermobil
mewah tapi jiwanya becak; berponsel tapi memakai bahasa isyarat tangan. Makan
makanan merek luar negeri tapi wawasan gizinya masih oncom (tak berarti oncom
tak bergizi, ini sekadar misal). Harta, tahta, dan jabatannya tinggi tapi
jiwanya hampa. Semua atribut, simbol, gelar, baju, sepatu, dasi, mobil, cincin,
arloji, rumah, dan banyak lagi yang lain tampak modern namun pikirannya tidak
menguasai ilmu-teknologi. Di pentas nikmat sekejap, sampai di rumah dia cemas
dan sepi kembali. Lantaran bosan inilah dia masuk ke lingkaran narkoba, bunuh
diri, racun diri atau gantung diri.
4. Perilaku menyimpang. Kalau rasa cemas,
sepi dan bosannya terus menggayut, maka dia mudah melakukan perilaku buruk
tanpa sadar seperti merampok padahal dia tak butuh uang, memperkosa tanpa tahu
siapa yang diperkosa, membunuh tanpa ada sebab kenapa harus membunuh sehingga
hidupnya menjadi semrawut.
5. Psikosomatik. Empat hal di atas jika
terus terjadi dapat menyebabkan sakit fisik, sakit lantaran faktor jiwa dan
sosial. Menjadi psikosomatik yang dalam bahasa Arab disebut nafs jasadiyah atau nafs biolojiyah. Yang sakit jiwanya, tapi dalam ujud sakit fisik.
Makanya tak heran dia selalu mengeluh jantungnya berdeba-debar tanpa sebab,
merasa lemah, tak enak badan atau tidak bisa konsentrasi dan sakit maag (tukak lambung).
Salah satu hikmah
Ramadhan, jiwa kotor itu masih bisa disucikan dengan riyadhah
al nafs atau tazkiyah al nafsseperti infak
(zakat, zakat fitrah), shalat, kesucian seksual rumah tangga, dan bergaul yang
santun secara lisan dan perbuatan. ***
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home