Gede on Writing

Minggu, Februari 26, 2012

Tradisi Menulis, Tradisi Membaca


Tradisi Menulis, Tradisi Membaca

Tradisi menulis ilmiah tak mungkin dicapai tanpa diawali oleh tradisi membaca tulisan ilmiah. Seberapa banyak mahasiswa diwajibkan membaca tulisan ilmiah para ahli di bidangnya sebelum mereka menulis ilmiah? Tradisi adalah pembiasaan yang membutuhkan waktu tahunan, bahkan puluhan tahun. Adakah kewajiban menulis bagi murid-murid di SD, SMP, MTs, MA, SMA, SMK yang dipola oleh kurikulumnya? Lantas, bagaimana dengan ujian-ujiannya, adakah yang esai dan menulis sesuatu?

Bukankah justru Kemdikbud yang mengarahkan murid-murid untuk menjawab soal-soal pilihan ganda sehingga murid-murid pun fokus pada soal-soal hafalan itu? Begitu juga bimbingan belajar dan les-les yang marak di semua daerah, mereka fokus pada cara menjawab yang cepat dan tepat, menggunakan “jembatan keledai”. Bukan dilarang soal pilihan ganda, tetapi hendaklah juga diberikan porsi untuk soal yang melatih murid untuk mampu menulis (ilmiah). Kalau Dikdasmen sudah memola dengan baik kemampuan menulis murid-muridnya, maka wajarlah di PT mereka diwajibkan menulis untuk jurnal ilmiah, sebuah tulisan yang serius dan mengikuti pola ilmiah dengan harapan berupa tulisan ilmiah yang otentik.


Jadi, kemampuan menulis memerlukan kebiasaan dan pembiasaan sejak dini, sejak di pendidikan dasar atau paling telat sejak di sekolah menengah. Lantas, ketika menjadi mahasiswa, mereka sudah dibiasakan menulis atau meresume artikel ilmiah sejak di tingkat satu. Selayaknya semua dosen di semua mata kuliah memberikan tugas kepada mahasiswa dalam hal tulis menulis. *