Gede on Writing

Jumat, Juli 30, 2010

Sandhya Kala --> Ramadhan

Kedatangan Ramadhan tinggal berparuh bulan. Ormas Muhammadiyah bahkan sudah mengumumkan awal bulan suci tahun ini sedangkan pemerintah menunggu ahli di bidang astronomi dan ru’yat hilal atau hisab. Perbedaan awal Ramadhan dan mungkin juga beda hari dalam pelaksanaan shalat ‘Ied nanti bisa saja terjadi (lagi). Tetapi tetaplah saling menghargai, tak perlu mencemooh yang lain. Sebab, tiadalah yang tahu, kelompok siapa yang diridhai-Nya. Justru yang terpenting ialah terapan dari shaum Ramadhan itu, mampukah meningkatkan akhlak (moral) kita atau malah menuju sandhya kala.

Dekadensi moral, degradasi akhlak sudah lama nanar di mata kita. Maka, tata kala masa sandhya kalaning Bhumi, kehancuran bangsa-bangsa, hanyalah menunggu waktu. Mari renungkan sejenak tulisan Thomas Lickona, seorang guru-besar di Cortland University. Katanya, ada 10 tanda-tanda zaman sebagai ciri kehancuran bangsa.

1. Kekerasan di kalangan remaja, pemuda terus meningkat.
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk/jorok.
3. Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan.
4. Perluasan narkoba, alkohol, seks bebas (pornografi, pornoaksi).
5. Gamang dalam menakar moral baik dan buruk.
6. Etos kerja menurun, ingin santai terus, malas.
7. Kurang hormat kepada orang tua dan guru.
8. Rasa tanggung jawab menurun.
9. Curang, tidak jujur terus meluas, bahkan membudaya.
10. Saling curiga dan benci antarsesama.

Kalau diperhatikan, semua poin tersebut sudah dan sedang terjadi, khususnya di Nusantara yang berpenduduk 234,5 juta orang ini. Di negeri berpulau kurang-lebih 13.677 unit ini sangat permisif pada kepornoan atau mungkin amnesia, baik pelakunya dari grup politisi, birokrat, pebisnis “hiburan”, artis seperti Ariel-Cut-Tari-dkk, atau masyarakat umum. MOS (dalam tanda kutip) dan ploncoan atau “pukul-siksa adik kelas” di sekolah-sekolah taruna (ini-itu, off the record) juga terus mewabah, tanpa arah, kecuali arahnya dendam kesumat.

Selain poin di atas, almarhum K.H. Rusyad Nurdin pernah mengompilasi empat poin perilaku buruk manusia sebagai gerak awal sandhya kalaning jagat.

1. Mengagungkan harta di atas segalanya, menghambakan diri kepada harta. Harta adalah sarana bagi manusia untuk mempertahankan derajat atau meningkatkan dirinya sebagai makhluk Tuhan yang mulia tetapi bukan sebagai tujuan. Kalau sudah menjadi hamba atau budak harta maka kita akan sanggup melakukan apa saja, termasuk yang haram.

2. Cenderung manipulasi, yakni berbuat curang, tidak jujur, menyalahgunakan kekuasaan dan mengkhianati amanah sehingga terjadi korupsi di mana-mana. Untunglah pemerintah sudah bertindak, misalnya ada KPK walaupun belum berhasil maksimal. Orang yang memperkaya dirinya dan orang lain dengan menyalahgunakan kekuasan adalah orang yang berhati kosong, tak punya rasa cinta kepada rakyat kecil yang notabene adalah sebagian besar penduduk Indonesia.

3. Cenderung fragmentasi, yaitu menghargai orang dengan kekayaan dan jabatan/pangkat yang disandangnya, tidak sebagai pribadi yang utuh. Sikap ini menimbulkan tindakan sewenang-wenang terhadap rakyat kecil dan tidak mencerminkan sila kedua Pancasila.

4. Bersifat individualis, yakni meletakkan kepentingan diri di atas segalanya. Biarkan orang lain rugi asalkan dirinya untung. Biarkan negara morat-marit asalkan dirinya kaya dan hartanya bertumpuk, kalau perlu sampai tujuh turunan. Perbuatan ini bertentangan dengan sila pertama dan sila kelima Pancasila.

Dua kelompok pendapat dari seorang profesor di negeri manca dan kyai asal Minangkabau di atas semoga dapat dijadikan butiran embun dalam memasuki Ramadhan nanti.

Marhaban ya Ramadhan.

Selamat menyambut Ramadhan...., dan.......... reduksilah (sedikit) aktivitas di FB. Perbanyaklah online dengan Sang Mahaonline, Super-Onliner sepanjang masa. Atau..., online-kanlah video, gambar dan/atau tulisan positif bermotif motivasi agar shaum Ramadhan kita tak membuih-riak di laut dan menuai pahala, demikian kata ustadz.

Dan Dialah yang Mahatahu. Wa Allahu ‘alam.*