Gede on Writing

Senin, Desember 07, 2009

Humanimatika

Heran sejenak, memicingkan mata, lalu mencoba mencerna makna Senyum 227. Terjawab juga akhirnya setelah dirilis di internet dan ternyata sudah cukup lama orang-orang mengenal jenis senyum yang sulit dipraktikkan ini. Kalau dibuat-buat dengan sengaja, cukup sulit membentuk sunggingan manis. Malah yang terbentuk adalah seringai yang lumayan kecut. 

Apalagi bagi orang yang kebetulan gigi serinya agak lain daripada yang lain, terlebih lagi ompong, tentu ada beban tersendiri untuk mengukir senyum tsb. Lain senyum lain pula tertawa. Senyum yang ditebarkan dengan ikhlas sudah dijamin sebagai sedekah di sisi Allah. 

Bagaimana dengan tertawa? Ada hadis yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad pernah tertawa sampai kelihatan giginya (atau, kalau ada ustadz yang membaca tulisan ini, silakan dikoreksi kalau pernyataan tadi keliru atau salah). Jika demikian, ada juga humanimatika lainnya, yaitu Tawa 007 (nol nol tujuh) atau oo7 (vokal o o tujuh). 

Contoh humanimatika yang makin luas dikenal saat ini, dipopulerkan oleh Ustadz Yusuf Mansur, adalah: 10 – 0 = 10 10 – 1 = 19 10 – 2 = 28 10 – 3 = 37 10 – 4 = 46 10 – 5 = 55 10 – 6 = 64 10 – 7 = 73 10 – 8 = 82 10 – 9 = 91 10 – 10 = 100 

Senyum 227 adalah sedekah, Tawa 007 pun sedekah. Keduanya membuat hidup orang lain yang dijadikan objek senyum dan tawa menjadi bahagia. Makin lengkap lagi kebahagiaan itu ketika menerapkan humanimatika filantropi angka sepuluh. Humanitas makin terbukti, makin terwujud ketika kekuatan spiritual menaungi rasa kesejahteraan sosial untuk sesama. 

Makin banyak yang dikeluarkan ternyata raihan materi semakin banyak. Berbeda dengan konsep kapitalisme yang selalu menerapkan pola hidup pelit medit kedekut bin/binti buntut kasiran. He hmmn. Sudahkah tersenyum hari ini? Sudahkah sedekah hari ini? Allahu ’alam.*