Gede on Writing

Kamis, Oktober 29, 2009

MIYABI

Jakarta berduka, kata sebagian orang, lantaran Miyabi batal datang. Selama 3,5 pekan Miyabi diobrolkan oleh banyak orang Indonesia, bahkan oleh murid SD. Ponsel mereka pun berisi foto-fotonya. Malah ada murid SMP yang sedang UTS, nguping obrolan mereka, sambil lihat-lihat foto Miyabi. Hatinya mungkin berkata, “geulis pisan.” Di sebuah milis ada yang berkomentar begini: “Emang sih cantik, cantik luarnya..., tapi dalemannya ...?” Orang Jepang yang berperilaku seperti Miyabi tentu tidak sedikit. Begitu juga, orang Jepang yang “lurus-lurus” saja juga banyak.

Dalam dunia sinema, karakter Oshin adalah representasi orang Jepang yang lurus dan pekerja keras, mengabdi kepada keluarga. Sebaliknya, karakter Sayuri dalam Memoirs of a Geisha dapat dikatakan mewakili perempuan di simpang jalan. Ia kembang kemilau yang melayani kumbang siang malam demi predikat sebagai... “pelacur atau istri simpanan yang bonafid”. Karakter tersebut bertolak belakang dengan para samurai, seperti dalam The Last Samurai yang kental heroismenya.

Mana yang lebih nyaman, menonton Memoirs of a Geisha ataukah Oshin, ataukah The Last Samurai, sambil ditimpali Kokoro No Tomo-nya Mayumi, bukan Miyami.., bukan Mi Yamin, apalagi Miyabi? Kata iklan di TV, “cobalahh...” (Ini rahasia: katanya, nonton Gita Cinta Dari SMA, Galih – Ratna..., pas banget sambil dengerin Kokoro No Tomo. Ini katanya sih...)*