Gede on Writing

Kamis, April 05, 2007

Menulis Itu Gampang!

“Ah... masa’? Yang beneeerrr. Nggak ah..., nggak percaya!” Begitulah tanggapan yang muncul setiap saya bicara soal tatatulis, tulis-menulis.

Betulkah gampang? Saya jawab, “betul!” Menulis itu gampang. Segampang bicara. Ini bukan isapan jempol. Sama sekali bukan! Juga bukan bualan. Ini serius, malah tujuhrius. Tak percaya...? Kalau tak percaya, pasti belum dicoba. Sebab, sekali dicoba, dijamin ketagihan. Sungguh. Gimana caranya...?
Secara ringkas, minimal ada tiga cara dalam memulai menulis. 

Ketiga cara itu bertumpu pada satu hal saja, yaitu berani. Kata “berani” ini justru tak dimiliki oleh orang yang tak mampu menggerakkan penanya di atas kertas atau di kibor komputer. Padahal semua orang, tak peduli tingkat pendidikannya, asalkan bisa membaca dan menulis (dalam arti mengaksara), pasti bisa menulis (dalam arti mengarang cerita atau menulis artikel, berita, dll).

Yang pertama disebut Flashing (tulis-cepat). Apa pun yang berkelebat di otak, tulislah. Cepatlah gerakkan pena di tangan, tulislah walaupun bak cakar ayam, yang penting masih terbaca. Jangan takut, jangan ragu. Cuma ini kuncinya. Sebagai latihan, tataplah selokan atau jalan di dekat rumah atau kantor lalu tulislah sesuatu. Apa saja. Tulis! Teruslah berlatih melihat sesuatu di sekeliling kita lalu tulislah. Lama kelamaan, bayangkan atau khayalkanlah sesuatu lalu tulislah. Tulis saja dan jangan pikirkan tatabahasa, struktur kalimat, dll. Baru setelah itu, setelah usai atau dianggap selesai, mulailah diedit, dibenahi kosakatanya, diasah pola kalimatnya, dijernihkan gaya bahasanya.

Yang kedua, Blooming (tulis-mekar). Cara ini mirip bunga yang sedang mekar, makin lama makin besar dan meluas. Tulislah kelopak-kelopak bunga di sekitar pusatnya. Kelopak ini berisi kata atau frase. Dari setiap kata atau frase tersebut dapat dibuat kalimat, bisa saling berhubungan, bisa juga lepas dan berdiri sendiri. Di sini pun kuncinya tetap sama dengan cara di atas, yaitu “berani dan jangan ragu”. Setiap kelopak akan memunculkan jalinan ide cerita (paragraf) yang boleh jadi berkaitan dan bahkan membentuk jejaring dengan kelopak lainnya. Jejaring inilah yang akan menyatukan setiap tema dalam kelopak dan menjadi untaian tulisan yang padu.

Yang ketiga, Spraying (tulis-pancar). Cobalah mulai dari satu kata. Kata apa saja. Dari satu kata ini, cobalah buat kalimat. Kalimat apa saja. Boleh kalimat berita, boleh kalimat perintah, bisa juga kalimat tanya. Jangan pusing-pusing dengan tata bahasa dan usahlah takut-takut. Susunlah satu kalimat dari sejumlah kata, entah itu sesuai dengan pola SPOK atau yang lainnya. Dari susunan kata ini akan terbentuk kalimat demi kalimat yang akan berkumpul penjadi paragraf.

Cobalah buat satu kalimat yang berisi kata air. Ini contohnya. Semua orang pasti perlu air. Ini kalimat berita. Cobalah susun kalimat tanya. Siapa yang tak butuh air? Berikut ini kalimat perintah. Silakan minum air yang di meja merah, jangan yang di meja biru! Bukankah kalimat-kalimat ini serupa dengan kalimat-kalimat yang sering kita ucapkan sehari-hari? Pasti ada saja kalimat yang kita ujarkan kepada orang lain, teman kita atau kepada siapa saja, setiap hari! Kalau ujaran itu ditulis, baik di kertas maupun di komputer, maka kita sudah menulis.

Setelah satu kalimat itu, cobalah tambah dengan kalimat lainnya. Sebaiknya yang masih terkait dengan air juga. Misalnya begini. Siapa yang tak perlu air? Semua makhluk hidup pasti butuh air. Jangankan manusia, binatang dan tumbuhan saja perlu air. Reratanya, 75% tubuh kita berisi air. Bahkan dalam tulang pun ada air. Malah manusia diciptakan dari air (mani). Syahdan spermatozoa dan sel telur (ovum) pun komponen utamanya adalah air. Jadi, tepatlah kita hidup di planet air ini, yaitu planet Bumi yang 97,3% permukaannya diselimuti air.

Tampaklah, dari satu kalimat lalu ditambah satu kalimat lagi dan dirangkai lagi dengan kalimat berikutnya bisa dihasilkan satu paragraf utuh. Sebaiknya setiap kalimat yang ditulis itu masih terkait dengan kalimat sebelumnya. Boleh berupa penjabaran kalimat sebelumnya, boleh juga berupa kalimat lainnya yang setara atau memberikan penjelasan atas kalimat sebelumnya.
***
Orang bule, konon, mewanti-wanti temannya, “jangan mati sebelum ke Bali.” Entah betul entah salah, ungkapan itu bisa diubah menjadi “jangan mati sebelum menulis”. Kekalkan diri dalam tulisan, dalam buku, dalam artikel, dan dalam blog. Ketika ruh pergi dari tubuh, sang tulisan berupa buku, artikel, cerpen, novel, dan blog akan hidup terus. “Abadi” hingga kiamat. Ia lenyap pas kiamat.
Jadi..., kalau ingin hidup terus, “berumur panjang”, segeralah menulis. Tulis! TuuuuuuuLIS! Lis lis lis. Elvis aja nulis..., menulis lagu sehingga dia “abadi”. *

Gede H. Cahyana